Dewa Wisnu
Dewa DewiDalam ajaran agama Hindu, Wisnu (Devanagari: विष्णु ; Viṣṇu) (disebut juga Sri Wisnu atau Nārāyana) adalah Dewa yang bergelar sebagai “shtiti” (pemelihara) yang bertugas memelihara dan melindungi segala ciptaan Brahman.
Dalam filsafat Hindu Waisnawa, Ia dipandang sebagai roh suci dan Dewa yang tertinggi. Dalam filsafat Advaita Vedanta dan tradisi Hindu umumnya, Dewa Wisnu dipandang sebagai salah satu manifestasi Brahman dan enggan untuk dipuja sebagai Tuhan tersendiri yang menyaingi atau sederajat dengan Brahman.
Penjelasan tradisional menyatakan bahwa kata “Viṣṇu” berasal dari Bahasa Sansekerta, akar katanya “viś”, (yang berarti “menempati”, “memasuki”, juga berarti “mengisi” — menurut Rigveda), dan mendapat akhiran “nu”. Kata Wisnu kira-kira diartikan: “”Sesuatu yang menempati segalanya””. Pengamat Veda, Yaska, dalam kitab Nirukta, mendefinisikan Wisnu sebagai “vishnu vishateh”; “sesuatu yang memasuki segalanya”, dan “yad vishito bhavati tad vishnurbhavati”; “yang mana sesuatu yang tidak terikat dari belenggu itu adalah Wisnu”.
Adi Sankara dalam pendapatnya tentang Vishnu Sahasranama, mengambil kesimpulan dari akar kata tersebut, dan mengartikannya: “”yang hadir dimana pun”” (“sebagaimana Ia menempati segalanya, “vevesti”, maka Ia disebut Visnu”). Adi Sankara menyatakan: “kekuatan dari Yang Maha Kuasa telah memasuki seluruh alam semesta. Akar kata Viś berarti ‘masuk ke dalam.'”
Mengenai akhiran –“nu”, Manfred Mayrhofer berpendapat bahwa bunyinya mirip dengan kata “jiṣṇu” — “”kejayaan””. Mayrhofer juga berpendapat kata tersebut merujuk pada sebuah kata Indo-Iranian “*višnu”, dan kini telah digantikan dengan kata “rašnu” dalam kepercayaan Zoroaster di Iran.
Akar kata “viś” juga dihubungkan dengan “viśva” — “segala”. Pendapat berbeda-beda mengenai penggalan suku kata “Wisnu” misalnya: vi-ṣṇu — “memotong punggung”, vi-ṣ-ṇu —“memandang ke segala penjuru” dan viṣ-ṇu — “aktif”. Penggalan suku kata dan arti yang berbeda-beda terjadi karena kata Wisnu dianggap tidak memiliki suku kata yang konsisten.
Dewa Wisnu dalam susastra Hindu
Susastra Hindu banyak menyebut-nyebut nama Wisnu di antara Dewa-Dewi lainnya. Dalam kitab Veda, Dewa Wisnu muncul sebanyak 93 kali. Ia sering muncul bersama dengan Indra, yang membantunya membunuh Vritra, dan bersamanya ia meminum Soma. Hubungannya yang dekat dengan Indra membuatnya disebut sebagai saudara.
Dalam Veda, Wisnu muncul tidak sebagai salah satu dari delapan Aditya, namun sebagai pemimpin mereka. Karena mampu melangkah di tiga alam, maka Wisnu dikenal sebagai “Tri-wikrama” atau “Uru-krama” untuk langkahnya yang lebar. Langkah pertamanya di bumi, langkah keduanya di langit, dan langkah ketiganya di dunia yang tidak bisa dilihat oleh manusia, yaitu di surga.
Dalam kitab Purana, Dewa Wisnu sering muncul dan menjelma sebagai seorang Awatara, seperti misalnya Rama dan Kresna, yang muncul dalam Itihāsa. Dalam penitisannya tersebut, Wisnu berperan sebagai manusia unggul.
Dalam Bhagawad Gita, Dewa Wisnu menjabarkan ajaran agama dengan mengambil sosok sebagai Sri Kresna, kusir kereta Arjuna, menjelang perang di Kurukshetra berlangsung. Pada saat itu pula Sri Kresna menampakkan wujud semestanya kepada Arjuna kemudian ia menampakkan wujud rohaninya sebagai Wisnu.
Wujud Dewa Wisnu
Dalam Purana, dan selayaknya penggambaran umum, Dewa Wisnu dilukiskan sebagai Dewa yang berkulit hitam-kebiruan atau biru gelap; berlengan enam, masing-masing memegang: gada, lotus, sangkala, dan chakra. Yang paling identik dengan Dewa Wisnu adalah senjata chakra dan kulitnya yang berwarna biru gelap. Dalam filsafat Waisnawa, Wisnu disebutkan memiliki wujud yang berbeda-beda atau memiliki aspek-aspek tertentu.
Dalam filsafat Waisnawa, Wisnu memiliki enam sifat ketuhanan:
• Jñāna: mengetahui segala sesuatu yang terjadi di alam semesta
• Aishvarya: maha kuasa, tak ada yang dapat mengaturnya
• Shakti: memiliki kekuatan untuk membuat yang tak mungkin menjadi mungkin
• Bala: maha kuat, mampu menopang segalanya tanpa merasa lelah
• Virya: kekuatan rohani sebagai roh suci dalam semua makhluk
• Tèjas: memberi cahaya spiritualnya kepada semua makhluk
Beberapa sarjana Waisnawa meyakini bahwa masih banyak kekuatan Wisnu yang lain dan jumlahnya tak terhitung, namun yang paling penting untuk diketahui hanyalah enam.
Penggambaran
Dalam Purana, Wisnu disebutkan bersifat gaib dan berada dimana-mana. Untuk memudahkan penghayatan terhadapnya, maka simbol-simbol dan atribut tertentu dipilih sesuai dengan karakternya, dan diwujudkan dalam bentuk lukisan, pahatan, dan arca. Dewa Wisnu digambarkan sebagai berikut:
• Seorang pria yang berlengan empat. Berlengan empat melambangkan segala kekuasaanya dan segala kekuatannya untuk mengisi seluruh alam semesta.
• Kulitnya berwarna biru gelap, atau seperti warna langit. Warna biru melambangkan kekuatan yang tiada batas, seperti warna biru pada langit abadi atau lautan abadi tanpa batas.
• Di dadanya terdapat simbol kaki Rsi Bhrigu.
• Juga terdapat simbol “srivatsa” di dadanya, simbol Dewi Lakshmi, pasangannya.
• Pada lehernya, terdapat permata “Kaustubha” dan kalung dari rangkaian bunga
• Memakai mahkota, melambangkan kuasa seorang pemimpin
• Memakai sepasang giwang, melambangkan dua hal yang selalu bertentangan dalam penciptaan, seperti: kebijakan dan kebodohan, kesedihan dan kebahagiaan, kenikmatan dan kesakitan.
• Beristirahat dengan ranjang Ananta Shesa, ular suci.
Wisnu sering dilukiskan memegang empat benda yang selalu melekat dengannya, yakni:
• Terompet kulit kerang atau “Shankhya”, bernama “Panchajanya”, dipegang oleh tangan kiri atas, simbol kreativitas. Panchajanya melambangkan lima elemen penyusun alam semesta dalam agama Hindu, yakni: air, tanah, api, udara, dan aether.
• Chakram, senjata berputar dengan gerigi tajam, bernama “Sudarshana”, dipegang oleh tangan kanan atas, melambangkan pikiran. Sudarshana berarti pandangan yang baik.
• Gada yang bernama Kaumodaki, dipegang oleh tangan kiri bawah, melambangkan keberadaan individual.
• Bunga lotus atau Padma, simbol kebebasan. Padma melambangkan kekuatan yang memunculkan alam semesta.
Tiga wujud
Maha Wishnu berbaring dalam “lautan penyebab”
Dalam ajaran filsafat Waisnawa (terutama di India), Wisnu disebutkan memiliki tiga aspek atau perwujudan lain. Ketiga wujud tersebut yaitu: “Kāraṇodakaśāyi Vishnu” atau “Mahā Vishnu”; “Garbhodakaśāyī Vishnu”; dan “Kṣirodakasāyī Vishnu”. Menurut Bhagavad Gītā, ketiga aspek tersebut disebut “Puruṣa Avatāra”, yaitu penjelmaan Wisnu yang mempengaruhi penciptaan dan peleburan alam material. Kāraṇodakaśāyi Vishnu (Mahā Vishnu) dinyatakan sebagai Wisnu yang berbaring dalam “lautan penyebab” dan Beliau menghembuskan banyak alam semesta (galaksi?) yang jumlahnya tak dapat dihitung; Garbhodakaśāyī Vishnu dinyatakan sebagai Wisnu yang masuk ke dalam setiap alam semesta dan menciptakan aneka rupa; Kṣirodakasāyī Vishnu (Roh utama) dinyatakan sebagai Wisnu masuk ke dalam setiap makhluk dan ke dalam setiap atom.
Lima wujud
Dalam ajaran di asrama Waisnawa di India, Wisnu diasumsikan memiliki lima wujud, yaitu:
• Para. Para merupakan wujud tertinggi dari Dewa Wisnu yang hanya bisa ditemui di Sri Waikunta, juga disebut Moksha, bersama dengan pasangannya — Dewi Lakshmi, Bhuma Dewi dan Nila Di sana Ia dikelilingi oleh roh-roh suci dan jiwa yang bebas.
• Vyuha. Dalam wujud Vyuha, Dewa Wisnu terbagi menjadi empat wujud yang mengatur empat fungsi semesta yang berbeda, serta mengontrol segala aktivitas makhluk hidup.
• Vibhava. Dalam wujud Vibhava, Wisnu diasumsikan memiliki penjelmaan yang berbeda-beda, atau lebih dikenal dengan sebutan Awatara, yang mana bertugas untuk membasmi kejahatan dan menegakkan keadilan di muka bumi.
• Antaryami. Antaryami atau “Sukma Vasudeva” adalah wujud Dewa Wisnu yang berada pada setiap hati makhluk hidup.
• Arcavatara. Arcavatara merupakan manifestasi Wisnu dalam imajinasi, yang digunakan oleh seseorang agar lebih mudah memujanya sebab pikirannya tidak mampu mencapai wujud Para, Vyuha, Vibhava, dan Antaryami dari Wisnu.
Awatara
Sepuluh Awatara Dewa Wisnu
Dalam Purana, Dewa Wisnu menjelma sebagai Awatara yang turun ke dunia untuk menyelamatkan dunia dari kejahatan dan kehancuran. Wujud dari penjelmaan Wisnu tersebut beragam, hewan atau manusia. Awatara yang umum dikenal oleh umat Hindu berjumlah sepuluh yang disebut Dasa Awatara atau Maha Avatār.
Sepuluh Awatara Wisnu:
• Matsya (Sang ikan)
• Kurma (Sang kura-kura)
• Waraha (Sang babihutan)
• Narasimha (Sang manusia-singa)
• Wamana (Sang orang cebol)
• Parasurama (Sang Brāhmana-Kshatriya)
• Rama (Sang pangeran)
• Kresna (Sang pengembala)
• Buddha (Sang pemuka agama)
• Kalki (Sang penghancur)
Di antara sepuluh awatara tersebut, sembilan di antaranya diyakini sudah menjelma dan pernah turun ke dunia oleh umat Hindu, sedangkan awatara terakhir (Kalki) masih menunggu hari lahirnya dan diyakini menjelma pada penghujung zaman Kali Yuga.
Hubungan dengan Dewa lain
Dewa Wisnu memiliki hubungan dengan Dewi Lakshmi, Dewi kemakmuran yang merupakan istrinya. Selain dengan Indra, Wisnu juga memiliki hubungan dekat dengan Brahmā dan Siwa sebagai konsep Trimurti. Kendaraan Dewa Wisnu adalah Garuda, Dewa burung. Dalam penggambaran umum, Dewa Wisnu sering dilukiskan duduk di atas bahu burung Garuda tersebut.
Tradisi dan pemujaan
Dalam tradisi Dvaita Waisnawa, Wisnu merupakan Makhluk yang Maha Kuasa. Dalam filsafat Advaita Vedanta, Wisnu dipandang sebagai salah satu dari manifestasi Brahman. Dalam segala tradisi Sanatana Dharma, Wisnu dipuja secara langsung maupun tidak langsung, yaitu memuja awatara-nya.
Aliran Waisnawa memuja Wisnu secara khusus. Dalam sekte Waisnawa di India, Wisnu dipuja sebagai roh yang utama dan dibedakan dengan Dewa-Dewi lainnya, yang disejajarkan seperti malaikat. Waisnawa menganut monotheisme terhadap Wisnu, atau Wisnu merupakan sesuatu yang tertinggi, tidak setara dengan Dewa.
Dalam tradisi Hindu umumnya, Dewa Wisnu memanifestasikan dirinya menjadi Awatara, dan di India, masing-masing awatara tersebut dipuja secara khusus.
Tidak diketahui kapan sebenarnya pemujaan terhadap Wisnu dimulai. Dalam Veda dan informasi tentang agama Hindu lainnya, Wisnu diasosiasikan dengan Indra. Shukavak N. Dasa, seorang sarjana Waisnawa, berkomentar bahwa pemujaan dan lagu pujia-pujian dalam Veda ditujukan bukan untuk Dewa-Dewi tertentu, melainkan untuk Sri Wisnu — Yang Maha Kuasa — yang merupakan jiwa tertinggi dari para Dewa. [1]
Di Bali, Dewa Wisnu dipuja di sebuah pura khusus untuk beliau, bernama Pura Puseh, yakni pura yang harus ada di setiap desa dan kecamatan. Di sana ia dipuja sebagai salah satu manifestasi Sang Hyang Widhi yang memberi kesuburan dan memelihara alam semesta.
Menurut konsep Nawa Dewata dalam Agama Hindu Dharma di Bali, Dewa Wisnu menempati arah utara dalam mata angin. Warnanya hitam, aksara sucinya “U” (ung).