Perenungan Menyambut Siwaratri (lanjutan)
Artikel Umum, RenunganRasa takutnya semakin berkembang di dalam dirinya, dia kawatir dan menjadi resah. Dahan yang sebagai tempat beristirahatnya membuat tubuhnya tidak nyaman..pikirannyapun mulai sulit dikuasainya. Dia menarik nafas panjang dengan harapan mampu menenangkan dirinya..sambil merasakan kegundahannya dia lemparkan pandangannya kelangit sambil emnatap bintang-bintang yang menghiasi langit. Dia hibur dirinya dengan memandangi pergerakan awan-awan..sambil memandangi awan diapun melihat suatu bentuk tergambar di awan. Kemudian diapun menoleh ke air yang tenang di bawahnya, seperti dia melihat sebagian cahaya bintang, dan cahaya itu memantul ke dedaunan yang ada diatasnya.Sejenak dia mampu menenangkan diri, ketenangannya ini terusik….dia kaget hampir saja jatuh, dia melihat ular besar berada diatasnya.
Dengan sedikit keberaniannya yang tersisa dia mencari tahu ular apa yang ada diatasnya, dia goyangkan salah satu dahan kecil diatasnya..semakin kuat dia goyangkan dahan itu namun ular itu tidak bergerak..dia semakin penasaran..rasa ingin tahunya semakin besar..dia perhatikan dengan seksama sambil menguak dedauanan diatasnya…ternyata itu hanyalah cabang pohon yang melintang diatasnya,dikiranya ular. Dan bersamaan dengan itu salah satu tangannya memetik dedaunan . Entah kenapa kali ini pikirannya terarah pada daun bilwa yang dipetiknya. Dia melempar daun itu kebawah dengan sembarangan, dia perhatikan cara jatuhnya daun bilwa itu dan kejatuhan daun tepat mengenai Linga ditengah telaga..
Dia mulai menciptakan permainan untuk mengusir rasa ngantuknya.Permainan yang dimainkan memetik daun bilwa kemudian dia melemparnya ke batu yang ada dibawahnya. Dia ingin menguji ketepatan lemparannya. Setelah beberapa kali melemparkan daun ,anehnya semua mengenai batu yang ada ditengah telaga…..Dia mulai berpikir!!!! Aneh baru kali ini aku melempar selalu tepat. Dia petik lagi daun bilwa,dia nampaknya semakin serius .. saat memetik daunpun dia mulai perhatikan. Tek !!!!! terdengar suara saat daun itu terlepas dari tangkainya, getah daun itupun mulai menetes mengenai dirinya. Suara daun cukup terdengar keras karena suasana sangat sepi dan hening. Dia mulai berpikir akan daun yang dipetiknya dari pohon itu.Dia bertanya sendiri..menjawabnyapun sendiri. Sakitkah pohon bilwa ini saat aku petik daunnya? Kalau sakit kenapa pohon ini tidak mengaduh atau berontak. Ah..aku tak tahu jawabannya, kalau tidak aku yang memetik daun ini kalau sudah tua akan terlepas sendiri dari pohonnya.
Pokoknya kali ini aku bermain dengan daun ini, dia terus memetik daun itu kemudian melemparkannya pada batu dibawahnya.Entah petikan daun keberapa, dia berpikir lagi melanjutkan pikiran pertamanya “ setelah tua daun ini terlepas dari pohonnya” kalau aku sudah tua apakah mungkin masih bisa berburu? Sambil merenung diapun terus memetik daun.Setelah beberapa lama kembali dia perhatikan jatuhnya daun..dia kaget lagi..kenapa jatuhnya daun selalu mengenai batu itu ?……..( dia tidak tahu bahwa yang dianggapnya batu adalah Siwa linga).Selanjutnya dia mulai merasakan ada ketenangan dalam dirinya “ Aneh kenapa saat ini aku merasa sangat bahagia hanya dengan memetik daun dan melemparnya kearah itu. 33 daun bilwa telah dia petik dan 33 kali dia telah melemparkannya pada linga.Saat ini dia merenung sejenak sambil mengulasnya sendiri apa yang telah dialaminya.
Dia awali dari awal : Aku adalah seorang pemburu, memburu bintang kemudian membunuhnya dan memakannya. Hari ini aku tak mendapatkan binatang buruan yang aku saat ini aku berada dipohon bilwa ini. Pikiran yang terbatas akan pengetahuan rohani,dia hanya mulai berpikir akan pohon yang dianggapnya memberi perlindungan.Pohon bilwa adalah pohon yang buahnya sangatlah pahit. Ini adalah pohon kepahitan…pohon kepedihan..pohon yang tidak disukai banyak orang….tapi aneh saat aku berada di pohon ini kenapa aku mengalami hal yang aneh..kenapa aku merasa bahagia disini..bahkan kebahagiaan yang aku rasakan melebihi saat aku mendapat buruan yang banyak. Aku tak mengerti ada apa pada pohon ini, kemudian dia memalingkan perhatiannya ke batu yang ada tepat ditengah-tengah telaga.
Dan batu itu? Batu apa itu?..sepertinya batu itu memiliki magnet menarik setiap daun yang aku lemparkan. Sambil berpikir akan batu itu kembali dia memetik daun dan dia sekarang melemparkannya dengan sembarangan dengan niat melemparkan menjauhi batu itu. Dan aneh lagi saat daun terjatuh angin berhembur sehingga daun itupun tepat jatuh diatas batu Linga. Dia semakin pesanaran akan batu tersebut, dia terus melemparkan daun kebawah.Semakin dia melemparkan daun semakin tumbuh kesadaran dalam dirinya. Dia sekarang melihat daun-daun bilwa mengitari batu Linga itu. Anehnya dia semakin merasa senang..merasa bahagia…
Kembali dia memetik daun…tek!!!!..dia terhentak sejenak…aku telah memetik daun yang tua, tentunya daun ini ada gunanya bagi si pohon pahit ini..kesadarannya mulai berkembang akan mahluk hidup. Mungkin dia merasa sakit tapi dia tak bisa bersuara. Tidak seperti jeritan binatang saat aku bunuh.Sambil tangannya memegang daun, bayangan akan perbuatan masa lalunya seolah tercermin di dedaunan itu.Terbayang dirinya berlari mengejar bintang buruannya sampai di saat bintang itu terkena senjatanya. Bayangan akan kesedihan, kesakitan dan linangan air mata binatang yang dibunuhnya.Bahkan sambil menonton bayangan itu seolah telinganya mendengar jelas setiap jeritan bintang..suara-suara jeritan itu sepertinya seirama dengan hembusan angin di malam itu.
Dia terus mengamati…menyadari akan perbuatan buruknya, ….tak sadar air matanya Lubdhakapun menetes memebasahi pipinya…dia seolah merasakan segala rasa sakit binatang yang dibunuhnya. Dia sadar akan apa yang dilakukannya namun dia tak tahu apa yang harus dilakukan di malam itu. Dengan menarik nafas dalam dan panjang dia abaikan segala kesan yang dirasakan tadi. Dia hanya hanya berpikir agar tidak tertidur malam ini. Diapun terus memetik daun.
Aku tak tahu apa yang kualami itu tadi, aku saat ini hanya tak ingin dimangsa oleh binatang buas..aku tak ingin mati disini. Hanya daun ini yang bisa membuatkan terjaga..begadang…..
Diapun terus memetik daun bilwa sambil menunggu matahari terbit.
Sang Surya..Hyang Bhaskara dipati telah muncul diupuk timur menyinari hutan dan pohon tempat lubdhaka berlindung. Dia mulai turun kemudian mencuci muka di telaga….sambil memperhatikan batu ditengah telaga itu. Selesai mencuci muka badannya terasa segar kembali seperti tidak begadang semalam rasanya. Dia menatap pohon dan batu itu dengan sendu dan tersenyum sambil berkata” Kamu pohon dan batu aneh yang ada ditengah telaga” aku berterimakasih karena telah menemaniku begadang dan melindungi aku. Dia memeluk pohon Bilwa sejenak sebagai ungkapan terimakasihnya kemudian dengan kedua telapak tangannya dia ambil air dan menyirami batu..membersihkan batu dari dedaunan dan debu. Sambil terus membersihkan batu dia berkata dalam hati” setelah kejadian ini aku tidak akan berburu lagi “ diapun kembali pulang…..