Caru
Artikel AnggotaPelaksanaan yadnya merupakan simbolis dari cetusan rasa terima kasih manusia kehadapan Hyang Widhi Wasa, karena segala yang ada di bumi ini muncul dari yadnya Hyang Widhi Wasa. Banten caru juga sudah lazim disebut dengan kata tawur artinya bayar kembali. Sarana tawar adalah terdiri atas apa yang disukai/dicintai, agar dapat terwujud secara harmonis / seimbang.
Asal Caru
Banten caru atau tuwur dalam upacara bhuta yadnya ditunjukkan kehadapan Bhatara Durga dan Bhatara Kala (Siwa). Dalam ajaran agama Hindu, Dewa Siwa dikenal sebagai pusat / sumber kekuatan dewa-dewa. Perpaduan antara Bhatara Durgha dengan Bhatara kala dalam kehidupan ini dapat diibaratkan sebagai alam semesta dengan kekuatan-kekuatan alam dalam bhuana agung dan bhuana alit. Oleh sebab itu, maka hanya Bhatara Kala sajalah yang bisa mengatur kekuatan-kekuatan beliau sendiri agar sakitnya (Bhatara Durga) itu tidak membahayakan manusia, sehingga manusia menjadi tergoda pikirannya untuk berbuat lebih banyak meminta dan memakai dan sedikit memberikan kepada alam sehingga timbullah ketidakharmonisan, maka patutlah melakukan upacara yadnya (kurban suci) yang diwujudkan dengan banten caru (tawur). Pada waktu Bhatara Durgha menciptakan bhuta kala bertempat diperempatan jalan (Catus Pata). Dalam banten caru yang memegang peranan penting adalah simbol dan warna, sebab dalam segala jenis dan kurban caru diusahakan memenuhi lima warna sesuai dengan warna pengider-ideran bhuwana.
Tujuan
Penyelenggara upacara mecaru dalam bhuta yadnya ditujukan kehadapan para bhuta kala. Secara etimologi bhuta kala berarti kekuatan negatif yang timbul dari alam sebagai akibat terjadinya hubungan yang tidak harmonis antara bhuwana alit dan bhuwana agung.
Pengaruh positif dan negatif akibat hubungan bhuwana alit dan bhuwana agung itu mempengaruhi perasaan manusia. Bila hubungan harmonis pengaruhnya positif dilukiskan dengan sifat-sifat dewa, sedangkan tidak hamonis pengaruh negatif dilukiskan dengan sifat-sifat bhuta kala. Dalam tuntunan pustaka suci rontal kala tattwa dapat diaci (diupacarai) dan bersifat negatif (bhuta kala).
Adapun tujuan dari mecaru itu adalah untuk memohon kehadapan Hyang Widhi Wasa, agar manusia dalam kehidupannya dianugrahi ketenangan baik dalam bhuwana alit dan bhuwana agung. Caru yang sebagai sarana itu setelah selesai dipersembahkan diberikan kepada bhuta kala sebagai “labaan” yaitu upah untuk dinikmati sehingga cepat-cepat meninggalkan tempat yang telah diganggu dan kembali ke asal.
Banten caru itu dikuburkan dalam arti tidak ada diambil “disurud” dengan menanam / membuang sehingga semuanya dikembalikan kepada alam semesta.
Sarana Upakara Caru
Upacara disebut sesajen, banten ataupun yadnya, yaitu berupa persembahan yang akan dikurbankan, bahannya yang masak dan mentah. Upakara-upakara juga difungsikan sebagai alat-alat penyucian yang melengkapi upakara-upakara pokok seperti pembersihan, penyucian prayascita, byakala.
Sarana-sarana upakara caru dapat dibagi menjadi 3 jenis :
- Mataya adalah berasal dari sesuatu yang tumbuh yaitu batang, daun, bunga, buah-buahan yang digunakan dalam banten caru.
- Mantiga adalah sesuatu yang lahir 2 kali yaitu telur, ayam, itik.
- Maharya adalah yang lahir sekali saja langsung menjadi binatang berkepala empat seperti : babi, anjing, kambing dan kerbau.
Waktu Pelaksanaan Upacara Macaru
Masyarakat umat Hindu, adalah masyarakat yang berpandangan kosmis, oleh sebab itu penentuan dewasa, yaitu hari yang baik dan buruk secara umum dapat dimaklumi pelaksanaan upacara yang ditujukan kepada para bhuta kala selalu berpedoman pada saat tengah hari (tengai tepet) atau sandikala. Ketentuan ini disebutkan pada pustaka rontal “kala purana” dan pustaka rontal “Rogha Sanghara Bumi”.
Mantram Caru Ayam Putih di Timur
Om indah ta kita Sang Bhuta Petak, Bhuta Janggitan aran sira, ring purwa desanira, Umanis Pancawaranira, Dewa Iswara Dewatanya, iki tadah sajinira penek putih iwak ayam petak winangun urip katekeng saruntutannya. Manawi wenten kirang luput, den agung sinampura sang adruwe cari, sira ta nugraha dirghayusa mwang dirghaayu sang adruwe caru. Om Sang Namah swaha.